Jumat, 25 November 2022

 

FacebookFacebookTwitterTwitterWhatsAppWhatsAppShareShare

Pengertian Istighfar

pengertian istighfarpengertian istighfar

Makna hakiki istighfar adalah permohonan kepada Allah Swt agar kelemahan manusiawi janganlah sampai ditampakkan dan harapan semoga Tuhan mau membantu dengan kekuatan-Nya secara alamiah dan memasukkan mereka ke dalam lingkaran perlindungan-Nya.

Akar kata istighfar adalah ghafara yang mengandung arti menutupi atau menyelimuti. Dengan demikian pengertian dari istighfar ialah agar Tuhan berkenan menutupi kelemahan alamiah si pemohon dengan kekuatan-Nya. Pengertian ini menjadi lebih luas dengan juga menyertakan pengertian menutupi dosa dan kesalahan yang telah dilakukan. Namun pengertian hakikinya adalah permohonan agar Tuhan berkenan memelihara si pemohon terhadap kelemahan alamiah dirinya dan menganugerahkan kepadanya kekuatan dari Wujud-Nya, pengetahuan dari khazanah-Nya dan cahaya dari Nur-Nya.

Setelah menciptakan manusia, Tuhan tidak lalu melepaskan diri darinya. Sebagaimana Dia itu Pencipta manusia dan segala fitrat jasmani dan ruhani yang ada pada diri manusia, Dia juga bersifat Dzat yang Tegak Dengan Sendiri-Nya (Al-Qoyyum) dengan pengertian bahwa Dia akan memelihara dan membantu segala sesuatu yang telah diciptakan-Nya. Karena itu perlu selalu diingat oleh manusia bahwa mengingat ia telah diciptakan Tuhan maka ia harus menjaga karakteristik dirinya melalui fitrat Tuhan sebagai Sang Maha Pemelihara.

Dengan demikian adalah suatu kebutuhan alamiah bahwa manusia diperintahkan untuk selalu beristighfar sebagaimana tersirat dalam ayat:

اللَّهُ لا إِلٰهَ إِلّا هُوَ الحَيُّ القَيّومُ

“Allah, tiada yang patut disembah selain Dia, yang Maha Hidup, yang Tegak atas Dzat-Nya Sendir.” (QS. 2, Al-Baqarah: 256).

Ketika manusia sudah diciptakan maka fungsi penciptaan telah selesai tetapi fungsi pemeliharaan terus berlanjut selamanya dan karena itu istighfar selalu diperlukan sepanjang waktu. Setiap fitrat Ilahi memiliki suatu rahmat dan istighfar dibutuhkan guna memperoleh rahmat dari fitrat Tegak atas Dzat-Nya Sendiri (Al-Qoyyum). Hal yang sama juga diindikasikan dalam Surat Al-Fatihah:

إِيّاكَ نَعبُدُ وَإِيّاكَ نَستَعينُ

“Hanya Engkau yang kami sembah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan.” (QS. 1, Al-Fatihah: 5)

yakni, dengan memohonkan pertolongan berdasar fitrat-Nya sebagai Yang Maha Pemelihara (Rabb) dan Yang Tegak atas Dzat-Nya Sendiri agar kami ini dipeliharakan dari kejatuhan dan kelemahan kami jangan menjadi nyata terlihat karena akan mengakibatkan kami kurang dalam menyembah- Engkau.

Dengan demikian jelas bahwa makna hakiki dari istighfar adalah bukan karena telah terjadi suatu kesalahan, tetapi agar jangan sampai terjadi kesalahan apa pun. Manusia yang menyadari kelemahan dirinya secara alamiah berusaha memperoleh kekuatan dari Tuhan layaknya seperti seorang anak mencari susu ibunya. Sebagaimana Allah Yang Maha Kuasa sejak awal sudah mengaruniakan lidah, mata, hati, telinga dan lain-lain, Dia juga telah membekali diri manusia dengan hasrat untuk ber-istighfar serta perasaan ketergantungan kepada Tuhan untuk bantuan pertolongan. Hal ini diindikasikan dalam ayat:

وَاستَغفِر لِذَنبِكَ وَلِلمُؤمِنينَ وَالمُؤمِناتِ

“Mohonlah ampunan untuk kelemahan-kelemahan insani engkau dan juga untuk orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan.”
(QS. 47, Muhammad: 20).

Maksud dari ayat ini adalah perintah bagi Hadhrat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar memohonkan supaya fitrat beliau dipeliharakan dari kelemahan- kelemahan yang bersifat insani dan fitrat tersebut agar diperkuat supaya kelemahan beliau tidak menjadi tampak. Beliau juga diperintahkan untuk berdoa sebagai syafaat bagi manusia laki-laki dan perempuan yang beriman kepada beliau sehingga mereka itu terpelihara dari hukuman atas segala kesalahan yang telah mereka lakukan disamping memelihara mereka terhadap laku dosa dalam sisa umur mereka selanjutnya.

Ayat ini mengandung filosofi yang amat luhur tentang syafaat dan pemeliharaan terhadap dosa. Ayat ini mengindikasikan bahwa manusia sebenarnya bisa mencapai derajat perlindungan yang tinggi terhadap dosa dan memperoleh syafaat jika beliau (Hadhrat Rasulullah Saw) secara terus menerus berdoa bagi penekanan terhadap kelemahan dirinya sendiri dan menyelamatkan umat lainnya dari racun dosa. Beliau memperoleh kekuatan dari Tuhan berkat doa beliau dan berhasrat agar mereka yang terkait dengan wujud beliau karena tali keimanan, juga mendapatkan manfaat dari kekuatan Ilahi tersebut.

Seorang yang tidak punya dosa tetap saja perlu berdoa kepada Allah Swt agar mendapat kekuatan mengingat fitrat manusia sendiri tidak ada memiliki keunggulan tersebut dan selalu bergantung kepada-Nya, tidak mempunyai kekuatan sendiri karena bergantung pada bantuan kekuatan dari Tuhan serta tidak ada padanya nur sendiri yang sempurna melainkan apa yang dikaruniakan Allah kepadanya.

Fitrat yang sempurna dibekali dengan daya tarik yang mampu menarik kekuatan dari atas kepada dirinya yang berasal dari khazanah kekuatan yang ada pada Tuhan. Para malaikat memperoleh kekuatan dari khazanah tersebut sebagaimana juga para manusia sempurna yang mendapatkan kekuatan agar bebas dosa serta mendapatkan rahmat dari sumber tadi melalui saluran penghambaan kepada Ilahi. Karena itu dari antara manusia, ia dianggap suci dari dosa secara sempurna bila mampu menarik ke dalam dirinya kekuatan Ilahi melalui istighfar serta terus menyibukkan dirinya dengan berdoa memohon agar nur tetap turun kepadanya.

Lalu apa sebenarnya yang dimaksud dengan istighfarIstighfar adalah suatu sarana guna memperoleh kekuatan. Inti daripada Ketauhidan Ilahi adalah kenyataan bahwa kondisi kesucian manusia bukanlah milik permanen dirinya melainkan harus diperoleh melalui pengagungan Tuhan sebagai Sumber segala rahmat. Allah Swt secara kiasan mirip dengan jantung yang mengandung persediaan darah bersih, sedangkan istighfar dari seorang manusia sempurna adalah mirip urat nadi yang tersambung ke jantung tersebut guna menarik darah daripadanya dan menyalurkannya ke anggota tubuh yang memerlukan. (Review of Religions-Urdu, vol. I, hal. 187-190).

Sumber: Inti Ajaran Islam Bagian Kedua, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, Neratja Press, 2017, hlm. 223-226

Tim Ahmadiyah.Id 

VIEW COMMENTS

 

RECENT POSTS

Riwayat Abu Bakr Ash-Shiddiiq Ra (Seri 36)

Riwayat Abu Bakr Ash-Shiddiiq Ra (Seri 36)

Keteladanan Para Sahabat Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam (Manusia-Manusia Istimewa seri 170, Khulafa’ur Rasyidin…

6 days ago
Keberkahan Pengorbanan Keuangan: Tahrik Jadid Tahun Baru 2022

Keberkahan Pengorbanan Keuangan: Tahrik Jadid Tahun Baru 2022

Meraih Keberkahan dari Pengorbanan Keuangan dan Dimulainya Tahun Tahrik Jadid ke-89 Khotbah Jumat Sayyidina Amirul…

1 week ago

Apakah Tujuan Jihad itu Membinasakan Semua Non-Muslim?

Pertanyaan: Apakah Tujuan Jihad itu Membinasakan Semua Non-Muslim? Tidak. Tujuan jihad adalah membangun masyarakat yang…

3 weeks ago

Riwayat Abu Bakr Ash-Shiddiiq Ra (Seri 35)

Keteladanan Para Sahabat Nabi Muhammad shallaLlahu ‘alaihi wa sallam (Manusia-Manusia Istimewa seri 169, Khulafa’ur Rasyidin…

3 weeks ago

Kunjungan ke Amerika Serikat tahun 2022

Khotbah Jumat Sayyidina Amirul Mu-minin, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih al-Khaamis (ayyadahullaahu Ta’ala binashrihil…

3 weeks ago

Apakah Islam Percaya Pada Kehendak Bebas (Free Will)?

Pertanyaan: Apakah Islam Percaya Pada Kehendak Bebas (Free Will)? Islam percaya bahwa Tuhan menciptakan manusia…

4 weeks ago

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © RuangBelajarAlzena - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -